Header Ads

Ibu-Ibu Harus Baca! Begini Tips agar Tak Terprovokasi Berita yang Mengadu Domba

ilustrasi

“Hai, Jeng. Suamimu ngasih kado apa nih di hari ulang tahun? Kalau suamiku sih tiap minggu ngasih kejutan, ya,”

“Suami aku sih semua duit diserahin ke aku. Dia tinggal minta jatah, aku yang ngatur semuanya. Suami yang cinta mati sama istrinya mah gitu, kalau enggak gitu berarti enggak cinta,”

“Kalau suamiku itu romantis banget, Jueng. Enggak pendiem kayak suami situ,”

“Eh, kamu pernah nemuin foto mantan pacarnya suamimu enggak, Jueng? Hati-hati lhoh, jangan-jangan masih nyimpen. Kamu jangan mau dibodohi,”

Daaan, kalimat beragam bernada provokatif lainnya.

Sahabat Ummi, tidak sedikit nyatanya istri yang minta cerai hanya karena terprovokasi omongan orang lain yang bernada mengadu domba. Padahal, sang suami yang digugat cerai tidak salah apa-apa (enggak selingkuh atau yang serupa). Jika dulu hal-hal semacam ini jarang terjadi, maka sekarang seolah biasa terlebih sejak adanya media sosial.

Para istri tidak lagi seperti dulu. Meski pekerjaan utama mereka di rumah saja, tapi hati dan jiwa bisa ke mana-mana tanpa batas. Di satu sisi, zaman sekarang ini ada begitu banyak istri yang bisa memulai karier dari rumah dengan bantuan internet. Tapi di sisi lain, jika tidak bijak, seorang istri bisa menghancurkan hidupnya sendiri hanya karena terhanyut oleh kehidupan orang lain yang infonya ia dapatkan hanya dari dunia maya saja.

Tidak jarang juga, grup yang lebih banyak berisi ibu-ibu yang awalnya bertujuan mulia yakni saling mendukung berubah jadi grup penuh persaingan tidak sehat, iri, dengki, dan pamer. Belum lagi konflik terbuka di Facebook atau Instagram atau semacamnya. Si Ibu A merasa kalah dengan Ibu B kemudian menyindir dan si Ibu B membalas dengan tidak kalah pedas. Masing-masing ibu tersebut memiliki pendukung yang komentarnya juga tidak kalah pedasnya. Bayangkan jika waktu kita hanya tersita untuk hal-hal tidak jelas seperti di itu, berapa banyak hal penting yang kita lewatkan dan sia-siakan. Waktu yang tadinya bisa untuk bermain dengan anak (quality time) jadi terbuang begitu saja untuk meladeni konflik tidak penting di media sosial. Seram, ya. Bagaimana juga bila hal tersebut makin berkembang hingga berakhir dengan perceraian dengan pasangan? Na’udzubillah.

Sahabat Ummi, di zaman penuh fitnah ini nyatanya menjadi baik saja tidak cukup. Kita harus juga menjadi kuat agar tidak mudah tergelincir ke hal-hal yang sia-sia salah satunya mudah dipermainkan atau diadu domba.

Bagaimana cara bergaul tanpa melebur karena sebagai makhluk sosial tidak mungkin juga kita mengasingkan diri.

1.      Jadilah istri yang punya prinsip


Siapapun yang tidak punya prinsip, hidupnya akan mudah terombang-ambing dan pada akhirnya hanya merugikan diri sendiri. Melihat teman nikah pengin nikah. Melihat teman punya anak ingin punya anak lagi. Melihat tetangga beli mobil ingin beli juga. Nah. Emang enggak punya program hidup sendiri? Kenapa mau didikte orang lain? Semakin tidak memiliki pijakan yang kuat, kita akan semakin mudah terombang ambing oleh keadaan. Sama seperti rumah kokoh tapi tak berpondasi, maka tiupan angin yang sebenarnya tidak terlalu kencang pun bisa merobohkan semuanya.

2.      Jangan mengumbar kehidupan pribadi ke publik


Mengumbar kehidupan pribadi secara menyeluruh ke publik? Coba saja, lihat efeknya. Padahal, tidak semua yang kita alami dan rasakan orang-orang se-Indonesia harus tahu dan kita juga tidak ada kewajiban memberi tahu kehidupan pribadi yang kita jalani. Seorang ibu berkonflik dengan ibu lainnya karena dia terlalu mengumbar kebahagiaannya, selalu cerita betapa sempurnanya kehidupan ibu tsb. Ibu yang mendengar ceritanya yang tadinya biasa lama-lama gerah, timbul iri dan dengki, kemudian berlanjut ke konflik yang lain.

3.      Jangan mudah percaya dan mudah terpesona

Meminjam istilah Ustadz Khalid Basalamah, menurut beliau, dunia ini hanyalah hiasan dan kiasan. Jangan pernah tertipu. Jangan mudah terpesona. Meskipun, bukan berarti dikit-dikit curiga.

Bersikap sewajarnya saja bila melihat sesuatu yang menakjubkan. Setiap orang memiliki keindahan masing-masing dalam dunia yang ia jalani. Find your own happiness.

4.      Tingkatkan komunikasi dengan pasangan


Setelah menikah, seyogyanya yang menjadi tempat cerita apa saja bukanlah tetangga atau teman, tapi pasangan. Jangan sampai tetangga atau teman yang lebih tahu banyak hal dibandingkan pasangan. Menikah adalah membangun sebuah sistim. Jika sistim kuat, insyaaAllah omongan aneh-aneh dari luar tidak akan mudah menggoyahkan keyakinan. Tapi jika suami istri tidak solid alias sendiri-sendiri, maka sedikit saja omongan yang memekakkan telinga dan menyakitkan hati ya akan langsung berefek.

5.      Bahagia itu dirasakan, bukan dipamerkan apalagi membutuhkan testimoni atau pengakuan

Siapa yang bisa merasakan nikmatnya makan pisang goreng? Ya yang merasakan. Sekalipun ada yang bilang pisang goreng itu pahit, tapi kita yang merasakannya bisa saja tidak setuju karena kenyataannya enggak begitu. Artinya apa? Kebahagiaan adalah sesuatu yang benar-benar hanya bisa dirasakan oleh hati, oleh orang yang benar-benar menerima bahwa apa yang ia jalani apapun itu adalah bentuk kebahagiaan, dan bukan untuk dipamerkan atau mendapat pengakuan. Orang yang benar-benar bahagia tidak akan membutuhkan komentar orang lain, “Enak ya kamu.” Atau “Bahagia ya kamu?” enggakk. Tanpa itu semua, dirinya sudah bisa merasakan kebahagiaan. Dan apapun kata orang, dia enggak akan terpengaruh.

 Sahabat Ummi, bijaklah dalam menerima berita apapun bentuknya. Sekali salah berpersepsi, akan salah mengambil keputusan. Dan salah mengambil keputusan akan berakibat fatal buat kehidupan pribadi. Allah sebaik-baiknya pemberi petunjuk.

Sumber: ummionline
Kabarkabari.id

No comments